Senin, 15 Oktober 2018

E-Commerce, UMKM, dan Keinginan pada Pertemuan IMF-Bank Beberapa

Perdagangan secara elektronik (disingkat e-dagang atau e-commerce) di beragam negara telah menjadi aktivitas sehari-hari penduduknya. Pelbagai ragam barang dan jasa bisa dengan gampang dibeli secara online (dalam jaringan), dengan mengaplikasikan platform e-commerce atau via media sosial.


Konsumen betul-betul diuntungkan dengan adanya fasilitas e-dagang sebab menghemat waktu, banyak pilihan, dan lebih informatif. Di Indonesia konsumen atau pengguna e-dagang diperkirakan sebanyak 50 juta orang, baru sepertiga dari 143 juta pengguna internet saat ini. Pengguna e-dagang dipastikan akan kian banyak pada tahun-tahun akan datang.

Lintas Negara

Penerapan internet untuk perdagangan tidak cuma dilaksanakan antara penjual dan pembeli di dalam negeri, melainkan juga antara penjual dan pembeli dari negara yang berbeda. E-dagang lintas negara (cross-border e-commerce) berkembang sebab konsumen di suatu negara ingin membeli barang secara online dari negara lain guna menerima produk yang lebih baik dari yang ditawarkan di negeri sendiri, ingin memperhatikan pilihan yang lebih banyak, atau ingin membeli dari kios/penjual yang bisa dipercaya akan keaslian produk yang dicari.

Menurut kajian Accenture sebagaimana dikutip Quan Nguyen (2017), pada 2020 akan ada 2 miliar pembeli online, atau 60% dari segala konsumen global. Mereka akan membelajakan 13,5% dari skor konsumsi ecerannya secara online. Itu berarti akan ada uang sebesar 3,4 triliun dolar AS Poin Perdagangan Bruto (Gross Merchandise Value-GMV). Sekitar 900 miliar dolar AS (22%) dari skor ini akan dibelanjakan di negara lain secara online. Bisakah Indonesia meraih cukup banyak skor e-dagang lintas negara ini?

Beberapa negara tetangga telah mempraktikkan perdagangan online lintas negara cukup lama. Di Singapura 55% dari skor e-commerce nasional dilaksanakan dengan negara lain, jauh di atas Jepang (18%) dan Korea Selatan (25%). Salah satu penyebab tingginya perdagangan online lintas negara di Singapura yakni ketetapan bahwa pembelian barang impor yang tidak dikenakan pajak (de minimis value) cukup tinggi yakni 400 dolar Singapura. Ini tentunya menjadi peluang bagi pelaku bisnis e-dagang Indonesia.

Namun, ada sebagian kendala yang wajib dipecahkan untuk menciptakan e-dagang lintas negara Indonesia semaju Singapura, Malaysia, atau Thailand. Menurut APEC Business Advisory Council dan University of Southern California (2015), kelangkaan kekuatan terdidik yang berpengalaman dalam perdagangan global sekaligus menguasai bisnis e-commerce yakni kendala utama.

Kendala lain yakni masih rendahnya tingkat kepercayaan kebanyakan konsumen terhadap cara pembayaran secara online lintas negara. Ada kekhawatiran akan terjadinya fraud atau persoalan dalam pembelian secara online dengan pihak-pihak di negara lain. Kendala bahasa dan terbongkarnya beragam kasus investasi bodong mungkin menjadi penyebab munculnya persoalan ini. Penetrasi kartu kredit di Indonesia juga masih rendah, sekitar 15%, mengurangi kekuatan tarik pelaku bisnis asing untuk memasarkan barang di sini.

Kendala lain yakni belum banyaknya marketplace lokal yang melayani perdagangan lintas negara, dan masih banyaknya pelaku bisnis yang belum terlibat e-commerce di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika menceritakan, setidaknya masih ada sekitar 40 juta dari 59,7 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum mengaplikasikan fasilitas e-dagang. UMKM yang telah berjualan di beragam platform e-dagang malah agaknya masih mendalami perdagangan online, belum berdaya upaya ke arah perdagangan lintas negara.

Kelancaran pengiriman dan penyimpanan barang dalam skala besar yakni kendala bagi pertumbuhan bisnis online lintas negara. Biaya dan waktu pengiriman barang betul-betul memberi pengaruh harga yang wajib dibayar konsumen. Juga, masih banyak penduduk (47%) yang tinggal di pedesaan, yang sebagian belum relatif murah oleh prasarana dan fasilitas logistik yang lancar. Kesempatan penduduk desa untuk berbisnis secara online masih betul-betul terbatas, meski potensinya betul-betul besar.

Kendati pemerintah telah berusaha untuk menata cara logistik nasional, melainkan pelaksanaan kepabeanan dievaluasi masih rumit, antara lain sebab masih ada sebagian instansi yang sama-sama mempunyai kewenangan memberikan izin ekspor dan impor atas komoditi-komoditi tertentu.

Selanjutnya, kecepatan dan keandalan internet yakni persyaratan penting pertumbuhan e-commerce. Luasnya kawasan geografis yakni hambatan bagi pemerintah untuk menyediakan infrastruktur internet pita lebar (tetap dan bergerak) yang merata dan relatif murah.

Gejolak Finansial

Saat ini Indonesia dan sebagian emerging markets lain seperti Turki, Argentina, India, dan Afrika Selatan sedang mengalami gejolak finansial berupa penurunan skor mata uang yang relatif dalam. Penyebab biasa yakni naiknya suku bunga rujukan Amerika Serikat (AS) dan perang dagang antara AS-China. Selain itu, negara-negara ini juga mengalami defisit neraca transaksi berjalan yang cukup besar. Karenanya, salah satu cara yang ampuh untuk memecahkan gejolak finansial yakni meningkatkan ekspor seraya membatasi impor, di samping transformasi struktural.

Meningkatkan ekspor bisa dilaksanakan dengan mendiversifikasi komoditi dan negara tujuan ekspor. Selain itu, menambah jumlah pelaku ekspor juga berpotensi akan meningkatkan skor ekspor. Memperbanyak eksportir bisa dilaksanakan dengan membuka pintu yang lebih lebar bagi pelaku usaha di dalam negeri untuk menjalankan ekspor via platform e-dagang.

Pengusaha Indonesia, terutamanya UMKM, bisa menawarkan produk-produk budaya, kuliner, dan seni kreasi yang selama ini belum banyak dikenal di negara lain. Mengingat banyak kendala yang membatasi perkembangan e-dagang lintas negara, maka Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Beberapa di Bali saat ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk itu.

Beberapa hal yang bisa disumbangkan untuk UMKM terkait dengan cross-border e-commerce yakni perlunya kesepakatan para pihak untuk menyederhanakan dan menyelaraskan tata tertib perdagangan lintas negara, antara lain cara e-payment, perpajakan, perlindungan konsumen, kepabeanan, dan sebagainya.

Kemudian perlu disokong adanya kerja sama secara bilateral atau multilateral untuk memberikan kemudahan bagi UMKM di masing-masing negara untuk terlibat dalam e-dagang lintas negara. Selanjutnya, secara bergotong royong membangun fasilitas pergudangan untuk menaruh bahan makanan atau barang-barang kerajinan di dekat airport internasional.

IMF dan Bank Beberapa diharapkan bisa menampung kepentingan negara-negara peserta terutamanya negara-negara berkembang mengenai perdagangan jasa lintas negara untuk diteruskan terhadap lembaga-lembaga tingkat dunia yang terkait, seperti World Trade Organization (WTO).

Selanjutnya, sidang IMF dan Bank Beberapa perlu menetapkan kerangka dan target kemajuan pengembangan ekonomi digital, terutamanya cross-border e-commerce. Adanya agenda bersama pengembangan e-dagang lintas negara yang terukur akan meningkatkan perdagangan global yang lebih dinamis, inklusif, dan menjadi solusi untuk memecahkan dan mencegah gejolak finansial di kemudian hari.

-upaya itu diyakini akan mensupport pertumbuhan ekonomi yang stabil, sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan di negara-negara berkembang, dua hal yang menjadi misi IMF dan Bank Beberapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar